Sinetron Tidak Mencerdaskan Bangsa

Minggu, 26 Agustus 2007

Tayangan Publik
Sinetron Tidak Mencerdaskan Bangsa

Keluarga-keluarga di Indonesia sedang dijajah oleh sinetron yang muncul setiap hari di hampir semua stasiun televisi saat prime time (jam utama 19.00-22.00). Betapa tidak, di waktu dimana kita sedang berkumpul bersama keluarga, kita seperti tidak punya pilihan lain untuk menonton tayangan televisi selain sinetron.


Beberapa pengamat media menyatakan sinetron kita sedang mengarah pada pembodohan pemirsa. Mulai dari logika cerita, naskah, karakter peran, akting aktor/aktrisnya, setting lokasi hingga ending yang sulit diterima nalar, semuanya mengarah pada pembodohan secara sistematis. Alih-alih menawarkan nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan, sinetron kita malah menjejali kita dengan tayangan perebutan pacar, harta dan tahta secara serampangan. Termasuk didalamnya adalah tayangan-tayangan mistik, fiksi dan konflik antara si jahat dan si baik yang tidak proporsional (si jahat yang berlebihan dan si baik yang sangat bodoh).
Jika dibiarkan terus-menerus tayangan-tayangan seperti ini akan mempengaruhi nalar, nilai dan etika yang berlaku di keluarga. Di bawah alam sadar kita, tayangan-tayangan ini berpengaruh sangat dahsyat sebagaimana iklan komersial mempengaruhi kita.
Menjamurnya sinetron sejak 1990-an tidak lepas dari peran rating sebagai parameter mengukur kesuksesan sebuah tayangan. Saat ini perusahaan rating yang paling banyak menjadi rujukan adalah Nielsen Media Research Indonesia (biasa disebut AGB Nielsen). Sistem surveinya otomatis, berdasarkan masukan dari kotak hitam bernama peoplemeter pada pesawat TV responden, lengkap dengan remote control khusus. Keluarga responden diambil secara acak dari lima hingga sembilan kota besar. Pemilihan sampel ini rahasia, walau menurut klaim AGB Nielsen sendiri (pada situs resminya) disesuaikan dengan jumlah populasi dan demografi ekonomi kota bersangkutan.
Cara kerjanya sederhana. Jika seorang kepala keluarga responden menonton suatu acara sendirian di satu slot waktu, misalnya, 19.30-20.00, maka ia perlu menekan tombol tertentu pada remote. Jika menontonnya bersamaan, harus menekan tombol berbeda. Kotak hitam tersebut langsung mengirimkan informasi melalui satelit ke kantor pusat Jakarta. AGB Nielsen akan mengolah informasi ini lalu menjualnya dalam berbagai bentuk. Dua contohnya, adalah rating dan share (serupa dengan rating tapi hanya dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang sedang menyalakan TV. Share 50% berarti setengah dari rumah tangga yang menyalakan TV sedang menonton acara tersebut.)
Rating dan share inilah yang membuat produksi sinetron booming, meski kebenaran angka yang dihasilkan sistem rating dan share tidak bisa diteliti validitasnya. Semua Rumah Produksi dan sta-siun televisi tunduk pada sistem ini. Tapi, menurut Effendi Gazali, pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, pemirsa bisa menyatukan suara lewat Komisi Penyiaran Indonesia untuk meminta agar prime time (yang menjadi waktu favorit bagi keluarga) diisi tayangan hiburan yang lebih bermutu (mendi dik, berbudaya dan variatif). Cara ini tidak mustahil asalkan ada usaha serius dari pemirsa.
Lebih parah lagi, kini dikenal istilah sinetron kejar tayang. Artinya, sinetron yang baru shooting siang hari akan ditayangkan malam harinya. Semua menjadi serba cepat dan instan. Lalu, dengan kualitas produksi yang dikejar waktu seperti itu sinetron ini mau tidak mau akan ditonton jutaan keluarga karena ditayangkan saat prime time. Aktris Nia Zulkarnaen (35) pernah tiba-tiba ditelepon oleh sebuah rumah produksi pukul 10.00 untuk diminta shooting pukul 12.00. Saat ditanya, shooting untuk peran apa, si penelepon mengaku belum tahu dan penjelasannya baru akan diberikan di lokasi shooting. “Begitu kita datang, ternyata skenarionya belum jadi. Pernah juga di tengah-tengah shooting, kaset rekamannya sudah ditunggu untuk tayang hari itu juga. Jadi, gimana mau bermutu?”, ujar Nia. (Kompas, Minggu 19/08/07).
Inilah ciri khas negara dunia ketiga, dimana kebebasan tak terkendali dan produk-produk kapitalisme merajai pasar. Rumah produksi, stasiun televisi, perusahaan rating dan pemasang iklan adalah aktor-aktor utama yang saling berebut keuntungan semata tanpa memperdulikan kualitas tayangan dan dampaknya bagi kecerdasan bangsa. Konsumen (baca : pemirsa) adalah aktor yang pasif menerima apapun yang disuguhkan oleh keempat aktor diatas.
Jadi, pilihannya ada pada kita, memilih tayangan yang sehat bagi keluarga atau tunduk pada mesin kapitalisme bernama televisi?

Yudhit Ciphardian

5 Responses to “Sinetron Tidak Mencerdaskan Bangsa”

  1. nugraha Says:

    tapi ya maklum lha wong orang kita rata-rata berbakat jadi politisi. Coba lihat bandingkan dengan orang Jepang 80% waktu luang mereka untuk membaca, sementara orang kita lebih suka menonton dan mendengar sambil berkomentar tanpa referensi lagi. Budaya kita masih dalam tataran mendengar dan menonton. Untuk itu tugas kita kaum muda untuk mengubah melalui gerakan sadar menulis dan wajib membaca. Persoalannya murahkan bahan bacaan bermutu atau film bermutu ??

  2. an Says:

    wah makasih ya^^

  3. red bear Says:

    wah! saya sampai ke blog ini dengan kata kunci “sikap gereja katolik sinetron” bagus ternyata ada yang memperhatikan masalah krusial dari tanyangan televisi. cuman saya belum tahu sdh ada apa belum ya sikap tegas gereja katolik terhadap bahaya tayangan televisi. saya begitu gemasnya dengan tayangan sinetron yang isinya selingkuh, konspirasi dalam rebutan warisan, perpecahan keluarga, mistik agama seberang . saya begitu bingung di jaman ini begitu mudahnya tamu satu ini masuk ke ruang keluarga tanpa filter dan begitu mudahnya orang tua menyerahkan pendidikan anak kepada televisi yang menurut saya lebih banyak jeleknya daripada bagusnya. Ada beberapa ungkapan negatif dan positif tentang tayangan televisi antara lain:
    – televisi adalah pintu neraka dimana setan2 menabur pengaruh dengan mudahnya.
    – televisi adalah pengasuh bayi yang efisien.
    begitulah dua pendapat yang saling bertentangan. saya pribadi sangat mengharapkan sikap tegas dari gereja mengenai tayangan2 televisi.
    bukankah kita tidak ingin menjadi umat yg ‘hangat2 kuku’.
    mohon maaf gaya bahasa saya, karena saya sdh begitu gemas dengan tayangan televisi indonesia terutama SINETRON. GBU all

  4. TIES Says:

    Iyaa …… benar sekali, sinetron kita sedang mengarah pada pembodohan pemirsa. Tapi mau gimana lagi mas…………. saya pun kesal,gemas dengan sinetron yang ditayangkan. Saya pribadi sangat berharap yang di tayangkan lebih bersifat mendidik.Semoga ada solusinya ya mas…. Makasih. GBU

    • Yudhit Ciphardian Says:

      Saya memilih untuk boikot sinetron. Jadi, di rumah, semua anggota keluarga saya larang nonton sinetron (kebetulan saya kepala keluarga). Mending saya keluar dana ekstra untuk beli VCD/DVD musik untuk menggantikan prime time teve yg isinya sinetron melulu. Pemirsa yang baik adalah pemirsa yang punya sikap. Salam.

Leave a comment